Waktu terus bergulir dan berlalu seiring terbit dan tenggelamnya
matahari di batas cakrawala. Tanpa kita sadari kehidupan yang kita
jalani semakin beranjak senja dan meninggalkan banyak cerita masa lalu.
Sementara itu, di depan kita tahu masih banyak yang akan kita hadapi.
Tentunya apa yang kita hadapi di depan adalah hasil dari semua yang
telah kita perbuat di masa lalu. Kita menyadari akan hal itu dengan
baik, namun sering kita menyaksikan diri kita sendiri menyesali atau
tidak menerima akan suatu yang buruk terjadi.
Kita lupa
untuk memberikan yang terbaik saat ini, sehingga hari esok juga akan
datang lebih baik. Lupa untuk memberikan yang terbaik dapat disebabkan
karena kita terjebak dalam buaian kesenangan, kenyamanan dan kemabukan
akan suatu kepuasan. Oleh karena itu banyak orang berkata “ kita baru
akan merasa memiliki disaat kita sudah merasa kehilangan”. Buaian akan
kesenangan dan kenyamanan yang memabukkan itu, membuat kita tidak sadar
dan terbelenggu dalam suatu batas aman sehingga kita tidak melakukan
kerja yang lebih keras dan lebih baik. Namun ketika kesenangan itu
berlalu seiring berjalannya waktu maka kita akan mengetahui diri kita
telah kehilangan suatu kesempatan untuk hal yang lebih baik. Kita merasa
tertinggal dari orang lain yang telah melangkah lebih jauh disaat kita
terbuai dalam kesenangan. Lalu apa yang akan terjadi?, tidak lain
adalah rasa bingung, sesal yang pada akhirnya melahirkan suatu kemarahan
bukan hanya terhadap diri kita sendiri tetapi juga kemarahan kepada
orang lain sebagai akibat oleh rasa kecemburuan dan atau iri hati
terhadap keberhasilan mereka.
Kita marah kepada diri kita
karena suatu penyesalan. Kita marah kepada orang lain karena suatu iri
hati. Jika kita berlaku demikian, itu berarti kita telah masuk kedalam
lubang kebodohan yang membawa kita dalam kegelapan. Untuk itu diperlukan
suatu lentera yang dapat melenyapkan gelapnya kebodohan itu. Lentera
hati, lentera jiwa dan lentera kecerdasan adalah sumber cahaya yang
mampu menerangi dunia kita. Kebodohan yang besar mampu meredupkan cahaya
dari ketiga lentera itu tetapi apabila kita tetap berada dalam suatu
kesadaran untuk terus menjaga agar ketiga lentera tersebut berpendar
jauh lebih terang melalui usaha kerja yang baik dan lebih keras, bukan
tidak mungkin cahaya yang terang akan menuntun dan menyinari setiap
langkah yang kita ambil dalam perjalanan kehidupan ini.
Lalu
bagaimanakah cara untuk membuat ketiga lentera itu bersinar terang?
Lentera
hati adalah berbahan bakar emosional yang lebih kita tahu melalui rasa
cinta kasih dan benci. Cinta dan benci, suka dan tidak suka, panas dan
dingin merupakan dua hal yang saling bertolak belakang. Pada saat kita
mencintai, disaat itu pula kita membenci. Pada saat kita menyukai,
disaat itu pula kita tidak menyukai. Dua hal yang bertolak belakang ini
selalu beriringan dan mempengaruhi setiap keputusan dalam tindakan
perilaku kita. Lalu manakah yang lebih baik? Selayaknya kita harus
mampu tenang dalam menghadapi dua hal tersebut, tidak berpihak kepada
salah satu dan menganggap sama. Sikap hati yang tenang dan tidak
berpihak tersebut adalah bentuk sikap melepaskan diri terhadap pengaruh
emosional yang akan mengikat diri ini pada penyesalan dan kesenangan.
Lentera
jiwa bersumber dari dalam spiritualitas diri yang merupakan energi dari
kehidupan dan suatu yang kadang kosong namun berisi dan sebaliknya
kadang berisi tetapi kosong. Merupakan misteri yang terkubur dalam diri.
Lentera
kecerdasan adalah sumber cahaya yang kerap kali kita gunakan dan
sepanjang kehidupan ini kita selalu berupaya untuk membuatnya lebih
baik.
Semoga kita mampu menerangi jalan hidup ini dengan lentera yang terang sehingga tidak tersesatkan pada arah tujuan yang tidak seharusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar